Jumat, 05 Mei 2017

Sad Dharma (Dharma Wacana)



METODOLOGI PENGAJARAN AGAMA
DHARMA WACANA
Dosen Pengampu : Dr. Heny Perbowosari, M.Pd


Oleh Kelompok I
1.      I Nyoman Alit                                     (14.1.1.1.1.115) (PAH B2/VI)
2.      Tiara Krisna Widya Dharma               (14.1.1.1.1.118) (PAH B2/VI)
3.      Ni Komang Puspa Dewi                     (14.1.1.1.1.125) (PAH B2/VI)
4.      Ni Kadek Widiari                               (14.1.1.1.1.126) (PAH B2/VI)
5.      Luh Putu Windi Juliandari                  (14.1.1.1.1.137) (PAH B3/VI)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA HINDU
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR
2017
DHARMA WACANA
I. Pengertian dan Tujuan
1.1 Pengertian
            Dharma wacana mengandung arti mewacanakan Dharma ditengah-tengah masyarakat. Kata ini berasal dari bahasa sansekerta wacana yang berkaitan dengan kebenaran atau spiritual. Didalam bahasa latin di kenal dengan istilah oratori. Kegiatan mewacakan Dharma ini di masa lalu di sebut Upanisad. Terminilogi Upanisad atau Upanisada mengandung arti dan sifat yang Rahasyapadesa dan merupakan bagian dari kitab sruti. Pada masa yang lalu ajaran upanisad sering di hubungkan dengan “pawesik” yakni rahasia yang di berikan oleh seorang guru kerohanian kepada siswa atau muridnya dalam jumlah yang sangat terbatas. Dengan istilah Dharma Wacana di maksudkan sebagai methode penerangan Agama Hindu yang di berikan secara umum kepada umat hindu sesuai dengan sifat, tema,  bentuk, jenis  kegiatan keagamaan yang di laksanakan menurut desa (tempat), kala (waktu) dan patra (keadaan).
            Banyak orang yang beranggapan, bahwa kepandaian berdharma wacana adalah masalah bakat dari keturunan artinya kemampuan pendharma wacana itu karena bakat atau minat di samping hobi yang di milikinya. Tanpa adanya bakat atau minat tentu saja akan mengalami kesulitan dalam berdharmawacana, karenaitu mental, fisik dan rohani harus mantap. Ini adalah pendapat yang tidak sepenuhnya benar tetapi tetapi mempengaruhi seseorang pendharma wacana untuk tampil baik dalam menyampaikan, mengutarakan dharma wacananya laksana singa podium nan menawan. Namun sesungguhnya kunci utama bagi seorang pendharma wacana yang baik adalah karena ada kemauan pada dirinya, hal ini tentu diawali dengan kesucian, kemurnian dan kebenaran tanpa melupakan manusianya, metodenya, materinya, bahasanya, situasi dan kondisinya betul-betul dikuasai sehingga tidak ada kesulitan yang berarti bagi pelaksana. Dengan adanya kemauan diri yang kuat untuk dapat untuk dapat berdharma wacana dengan baik, maka yang bersangkutan akan berusaha mengerti, memahami, mendalami seluk beluk masalah dharma wacana sebelum akhirnya di praktekkan. Dengan sikap seperti inilah yang dapat menjadikan seorang laksana singa podium, jika tampil membawakan dharama wacana dengan memperoleh kesuksesan seperti yang di harapkannya. 

1.2 Tujuan Dharma Wacana
            Dalam melaksanakan suatu kegiatan apapun itu, tentunya mengharapkan sesuatu hasil yang baik dan berguna sehingga tercapai sasaran yang diharapkan, begitupun dalam hal berdharma wacana yang secara langsung berkaitan dengan agama. Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa di dunia ini tidak ada mahkluk yang sempurna, tetapi ada usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai kesempurnaan itu, begitupun dalam hal berdharma wacana, adalah suatu usaha yang dilakukan untuk memperoleh kesempurnaan itu, yang dapat mengarahkan manusia kearah kemajuan serta menghindarkan diri dari kebodohan dan kemiskinan ataupun ketidak tahuan dari ajaran Weda, tujuan Dharma wacana itu sesungguhnya adalah tujuan agama Hindu juga yaitu, Moksrtham jagadhitaya caiti Dharma, yaitu memperoleh kebebasan dalam artian bebas dari penderitaan dan penjelmaan. Tujuan lain yang tidak jauh berbeda di jelaskan dalam buku Petunjuk Teknis Pelaksanan Dharma Wacana oleh team penyusun mengatakan bahwa Dharma Wacana bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan keagamaan  masyarakat Hindu pada khususnya dalam meningkatkan sraddha dan bhakti sebagai pengamalan ajaran agama.
            Dengan demikian salah satu dari tujuan dharma wacana itu sendiri adalah untuk meningkatkan pemahaman keagamaan umat hindu (Sradha dan bhakti) yang di lakukan atau di sampaikan di depan mimbar atau khalayak ramai.

II. Materi Dharma Wacana
Mengenai materi pembinaan dan penyuluhan petugas Dharma Wacana adalah meliputi bidang Tattwa, Susila dan Yajna. Materi-materi tersebut di sesuaikan dengan metode pembinaan masing-masing. Sesungguhnya bahan atau materi Dharma Wacana sukup banyak bisa kita peroleh di Departemen Agama, took buku, tinggal kita kreatif ulet dan tekun mengumpulkan, meyeleksi dan memilah-milah dan susun atau menyusunnya menjadi satu naskah Dharma wacana atau penyuluhan yang baik. Bahan berdharma wacana kita petik dari Catur Weda (Rg Weda, Yayur Weda, Sama Weda, dan Atharwa Weda). Itihasa, Purana, Bhagawadgita, sarasamuccaya, Manawa Dharmasastra, Brahma Sutra, termasuk yang memungkinkan Lontar-lontar yang masih relepan, semuannya telah ada sesuai dengan kebutuhan. Orator tinggal membaca dan mempelajari semua bahan tersebut dan merangkumnya menjadi satu naskah Dharma wacana atau penyuluhan

III. Dasar-Dasar Dharma Wacana
Di dalam melaksanakan Dharma Wacana terkait beberapa unsur yang tidak bisa di lupakan yakni unsur-unsur sebagai berikut:
1.      Manusia (manawan-ya); pendharma wacana dan pendengarnya.
2.      Bahasa ( Medium Untuk mewadahi isi dharma wacana)
3.      Metode (Cara-cara teknik menyampaian)
4.      Materi yang akan di sampaikan
5.      Situasi kontekstual
Kelima komponen tersebut sangat penting dan mempengaruhi kadar keberhasilan atau kegagalan dharma wacana yang di sampaikan kepada sasaran yang di tuju. 

3.1 Manusia (Manawa-nya): Pendharma Wacana dan Pendengarnya
3.1.1 Pendharma Wacana
Faktor Pendharma Wacana ini paling menentukan yang menduduki posisi kunci. Seorang Pendharma wacana harus mempunyai persiapan lahir-battin, fisik dan mental yang mantap sehat dan mempunyai semangat untuk percaya diri dan tegar berdiri di depan pendengar, siapapun pendengar itu. Setiap Pendharma wacana mempunyai bakat yang berlainan, ini tergantung pribadi Pendharma wacana dan pengalaman serta wawasan yang di milikinya. Di dalam hal ini seorang Pendharma wacana ada beberapa  yang perlu  meperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a.         Sikap dan Penampilan
            Sikap dan penampilan Pendharma Wacana sebelum membawakan Wacana didepan umat merupakan hal yang langsung mendapat penilaian, maka dari itu Pendharma Wacana  bersikap mental positiflah itu merupakan usaha untuk memahami, menghayati dan memperaktekkan sikap mental positif menurut Hindu yaitu usaha yang paling tepat ntuk mencegah gaya hidup egoisme, bengis, kejam dan seram, karena itu kita harus mampu mengendalikannya. Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah meliputi:
1. Pakaian
Seorang petugas Dharma Wacana hendaknya masalah pakaian dapat memberikan kesan yang baik kepada audienst. Jika sudah berpakaian rapi dan pantas sesuai dengan etika seseorang pendharma wacana akan menambah harga diri serta menambah kewibawaan. Hindarkan berpakaian yang menyolok dan seksi.
2. Mimik
Hadapi para audient dengan wajah yang berseri-seri dan dengan sikap yang menunjukan rasa senang, dengan demikian audien akan mendapatkan sugesti dan menjadikan suasana segar dan fositif.
3. Gerak/ Akting
Gerak atau acting adalah gaya dari seseorang pembicara. Masalah gerakan adalah hal yang spontanitas dari si pembicara. Oleh sebab itu segala gerak yang di bawakan akan membawa pengaruh besar dalam menghadapi audient. Kurangilah menggunakan telunjuk jari untuk menekankan sesuatu masalah. Telunjuk jari merupakan symbol suatu perintah.
4. Santai
Pergunakan sikap penyajian yang santai. Dalam kontek ini di maksudkan agar petugas Dharma Wacana dalam menyajikan materi tidak tegang, murah senyum, merasakan diri tidak ada jarak antara pembicara dengan audient. Untuk penampilan bisa santai, ada beberapa hal yang perlu di perhatikan:
1.      Jangan takut
2.      Penguasaan materi yang cukup
3.      Tenang dan simpati
4.      Menguasai keadaan
5.      Rasa percaya diri

5. Humor
Seorang pembicara pada moment tertentu perlu menunjukan gerak sikap humor, hal ini sangat bermanfaat untuk melepaskan ketegangan dari para audient. Manfaat lain adalah dapat mengusir kejenuhan dan ngantuk.

6. Menanamkan keyakinan.
  1. Timbulkan kesan pada hati pendengar anda.
  2. Ulangi persoalan-persoalan yang di anggap penting dan perlu di ketahui secara pasti oleh pendengar saat dharma wacana.
  3. Hubungkan pesan (message) dengan masalah yang berkaitan dengan kepentingan pendengar.
7. Pembukaan dan penutup
Suatu Dharma Wacana di katakan berhasil jika mampu menggerakkan dan menumbuhkan support dan partisipasi pendengar dari awal sampai akhir. Untuk menuju keberhasilan petugas Dharma Wacana tampil di depan audient, ada beberapa hal penting yang perlu di perhatikan, antara lain:
  1. Jangan memulai Dharma Wacana dengan suatu permintaan maaf,
  2. Buatlah judul yang menarik
  3. Mulailah dengan pernyataan Iktisar beberapa penting topik yang anda kemukakan dan ada hubungannya dengan kepentingan pendengar,
  4. Tunjukan fakta yang membuat ketegangan di hati pendengar.
  5. Pergunakan ilustrasi yang spesifik
  6. Aturlah intonasi suara anda dengan cara; ubahlah gelombang nada suara anda dari yang tinggi ke yang lebih rendah dan sebaliknya; tempo anda dapat di ubah-ubah dari gelombang lambat dan sebaliknya; berhentilah sejenak kita anda mengucapkan kata atau kalimat penting
3.1.2 Pendengar
Unsur yang ini juga memegang peranan yang sangat penting dalam mendukung keberhasilan Dharma Wacana. Isi Dharma Wacana harus sesuai dengan keadaan situasi dan profesi pendengar, tingkat pendidikan, usia dan sebagainya sehingga keberhasilan bisa di peroleh. Oleh karena itu, Pendharma Wacana harus mendapat informasi awal terlebih dahulu, apa, siapa, mengapa pendengarnya, pendengar juga sehat fisik dan mental.

3.2 Bahasa
            Dharma Wacana sangat baik apabila di sampaikan melalui ungkapan bahasa yang yang mudah di mengerti, di hayati dan di resapi oleh hadirin. Mampu memukau dan di hindari penggunaan istilah-istilah asing, kecuali belum ada atau belum ada padanya dalam bahasa Indonesia. Bahasa yang di pergunakan dalam Dharma wacana di samping bahasa Indonesia yang baik dan benar dapat juga di pakai bahasa daerah setempat. Kedudukan dan peran bahasa sangat penting. Isi dharma wacana yang baik, padat dan berisi bila disampaikan dengan bahasa yang kurang baik tentu akan terjadi kepincangan, pendengar akan merasa bosan. Dalam pemakaian bahasa ini sebenarnya meliputi beberapa unsur yang dapat di bedakan sebagai berikut:
1.      Suara atau vocal yang jelas
2.      Gaya bahasa yang segar dan enak
3.      Kosa kata yang secukupnya di miliki dengan pilihan kata yang tepat
4.      Kalimat yang berfariasi
5.      Tatabahasa yang benar
6.      Irama (intonasi) yang baik, dengan tekanan keras, lemah, tinggi rendah yang sesuai dengan isi 

3.3 Metode Dharma Wacana
Pemaparan metode akan banyak berhimpit dengan pemakaian bahasa. Karena cara pemakaian bahasa merupakan termasuk metode dalam arti yang seluas-luasnya. Dalam bagian ini sengaja di pisahkan agar tidak terjadi ketumpang tindihan, agar lebih memberi penekanan dalam hal penggunaan bahasa. Metode termasuk bagian pendekatan, sebuah pendekatan bisa memiliki lebih dari dari satu metode, demikian juga metode bisa memiliki atau memakai lebih dari satu teknik penyampaian.Umpamanya sebuah pendekatan yang bersifat kdwibahasaan yakni memakai dua bahasa. Bisa juga seorang Pendharma Wacana sebaiknya menggunakan teknik dialogis. Bila konteknya dalam cerita di perankan oleh dua orang atau lebih pakai pula sebaiknya metode dramatis, metode ini lebih menghidupkan cerita dan pesan yang di sampaikan akan lebih berkesan dan lama di ingat pendengar. Teknik penyampaian fariatif tetap di usahakan agar para pendengar tidak jenuh.
            Juga tentang pembuktian harus berdasarkan fakta di lapangan untuk memperkuat informasi atau mantra dan sloka dalam pustaka suci, pada saat pembuktian dengan mantra atau sloka sebaiknya di kidungkan kalau bisa, paling tidak di sesuaikan dengan bacaan yang mendekati sumber aslinya. Teknik penyampaian dengan macapat, mawirama, makidung dengan pupuh sinom, pangkur, ginada, ginanti, wargasari, akan menambah keharmonisan dan kesegaran. Selingi juga dengan mukjizat yang pernah di dengar atau di alami, hal ini akan memberi selingan warna yang manis bagi dan cantik bagi pendengar.
            Dalam berbicara juga hendaknya pandangan mata di arahkan kepada tiap-tiap indipidu walaupun menghadap umum, tusukan mata tajam kepada yang kurang bersemangat, lemparkan pandangan prema kepada yang sendu, edarkanlah pandangan kesegala arah. Metode ini merupakan medium penyampaian yang tidak bisa di pandang sebelah mata, justru di sini letak keberhasilan Dharma Wacana, Isi Dharma Wacana lebih hidup, lebih memikat, lebih menggelitik apabila seorang Pendharma Wacana pandai meramu metode dan teknik dengan cara yang tepat dan jitu, misalnya dengan bernyanyi, mendelik, menuturkan cerita pendek, memberi ilustrasi dan sebagainya, bahasanya harus ringan, segar, enuh kias, dan memberi bukti yang nyata pada pendengarnya. Pada Metode dan teknik penyampaianlah bertumpu keberhasilan dan kualitas baik Dharma Wacana.


3.4 Situasi Kontekstual
         Pada umumnya situasi kontekstual (sikon) banyak tergantung pada partisifasi atau peserta baik PDW maupun pendengar, kadeng- kadeng peserta sendiri dapat mempengaruhi dan mencptakan sikon tertentu. Contoh sikon menjadi tenang karena wibawa PDW, atau menjadi rebut  karena Pendharma wacana dan pendengar. Tetapi sikon itu pada umumnya di luar kemampuan peserta karena fenomea alam, pagi, siang, sore, malam, bencana, listrik padam dan sebagainya. Oleh karena itu perlu di perhitungkan dengan baik oleh penyelenggara hal-hal yang berkenaan dengan sikon itu, yang kira-kira memang bisa diatasi dengan batas-batas tertentu, misalnya masalah waktu, bisa diatur.





















Daftar Pustaka
Wirawan, I Gusti Bagus. 2013. Sekilas Tentang Metode Dharma Wacana. Surabaya: Paramita

http://ladra-bali.blogspot.co.id/2013/08/menyusun-dharma-wacana_29.html. Diakses tanggal 15 Maret 2017, pukul 17:28 Wita

Contoh Doa Pembukaan Acara



DOA
PEMBUKAAN

Om Swastyastu, Om Awighnamastu namo siddham

Om Namo’stute Ganapate,
Sarva vighna vinasana
Sarva karyam prasidhyatu
Mama karyam prasidhyatam

Om Hyang Widhi sembah hamba kepadaMu, Ya Dewata para manusia, penghancur semua rintangan, Engkau yang menyebabkan suatu keberhasilan, biarkanlah keberhasilan itu hamba peroleh.

Om Hyang Widhi pada hari ini Sabtu, 5 Nopember 2016 kami UKM Dharmagita Bali Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar melaksanakan Pembukaan Utsawa Sloka dan Palawakya Se- IHDN Denpasar di Auditorium Kampus Ratna Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar yang mengambil tema “Melalui Utsawa Sloka dan Palawakya Se-IHDN Denpasar, Tingkatkan Kecintaan dan Kepedulian Terhadap Seni Suara Tradisional Bali” dapat berjalan sesuai dengan harapan kami bersama.

Om Hyang Widhi yang memberikan penerangan, pada hari ini kami memanjatkan doa memohon kepada Mu berikanlah kami penerangan agar kami terhindar dari segala bentuk kegelapan pikiran. Tuntunlah kami untuk selalu berjalan dijalan yang benar dan bebaskanlah kami dari segala rintangan.
Om Sryam Bhawantu
Sukham Bhawantu
Purnam Bhawantu
Ksama sampurnaya namah swaha
Om santih, santih, santih om
DOA
PENUTUPAN

Om Swastyastu, Om Awighnamastu namo siddham

Om ksama swamam jagatnatha
Sarwa papa hirantaram
Sarwa karya siddham dehi
Prana mami suraswaram

Om Hyang Widhi, dalam wujudMu sebagai Hyang Jagatnatha, pelindung alam semesta, ampunilah segala bentuk kesalahan hamba, anugrahkanlah kepada kami keberhasilan atas semua karya. Kami memuja-Mu. Om Dewa dari sekalian Dewata.
Om Hyang Widhi pada hari ini kami UKM Dharmagita Bali Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar melaksanakan Acara Penutupan Utsawa Sloka dan Palawakya Se- IHDN Denpasar di Auditorium Kampus Ratna Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar yang mengambil tema “Melalui Utsawa Sloka dan Palawakya Se-IHDN Denpasar, Tingkatkan Kecintaan dan Kepedulian Terhadap Seni Suara Tradisional Bali” dapat berjalan sesuai dengan harapan kami bersama.

Om Hyang Widhi, Ampunilah dosa perbuatan hamba, ampunilah dosa perkataan hamba, ampunilah dosa pikiran hamba, ampunilah hamba dari kelalaian hamba.
Om dewa suksma paramacintya ksama sampurnaya namah swaha.
Om santih, santih, santih om.