METODOLOGI
PENGAJARAN AGAMA
DHARMA WACANA
Dosen Pengampu :
Dr. Heny Perbowosari, M.Pd
Oleh
Kelompok I
1.
I
Nyoman Alit (14.1.1.1.1.115)
(PAH B2/VI)
2.
Tiara
Krisna Widya Dharma (14.1.1.1.1.118)
(PAH B2/VI)
3.
Ni
Komang Puspa Dewi (14.1.1.1.1.125)
(PAH B2/VI)
4.
Ni
Kadek Widiari (14.1.1.1.1.126)
(PAH B2/VI)
5.
Luh
Putu Windi Juliandari (14.1.1.1.1.137)
(PAH B3/VI)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA HINDU
FAKULTAS DHARMA ACARYA
INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI
DENPASAR
2017
DHARMA WACANA
I. Pengertian dan Tujuan
1.1 Pengertian
Dharma
wacana mengandung arti mewacanakan Dharma ditengah-tengah masyarakat. Kata ini
berasal dari bahasa sansekerta wacana
yang berkaitan dengan kebenaran atau spiritual. Didalam bahasa latin di kenal
dengan istilah oratori. Kegiatan
mewacakan Dharma ini di masa lalu di sebut Upanisad.
Terminilogi Upanisad atau Upanisada
mengandung arti dan sifat yang Rahasyapadesa
dan merupakan bagian dari kitab sruti. Pada masa yang lalu ajaran upanisad
sering di hubungkan dengan “pawesik”
yakni rahasia yang di berikan oleh seorang guru kerohanian kepada siswa atau
muridnya dalam jumlah yang sangat terbatas. Dengan istilah Dharma Wacana di maksudkan
sebagai methode penerangan Agama Hindu yang di berikan secara umum kepada umat
hindu sesuai dengan sifat, tema, bentuk,
jenis kegiatan keagamaan yang di
laksanakan menurut desa (tempat), kala (waktu) dan patra (keadaan).
Banyak
orang yang beranggapan, bahwa kepandaian berdharma wacana adalah masalah bakat
dari keturunan artinya kemampuan pendharma wacana itu karena bakat atau minat
di samping hobi yang di milikinya. Tanpa adanya bakat atau minat tentu saja
akan mengalami kesulitan dalam berdharmawacana, karenaitu mental, fisik dan
rohani harus mantap. Ini adalah pendapat yang tidak sepenuhnya benar tetapi
tetapi mempengaruhi seseorang pendharma wacana untuk tampil baik dalam
menyampaikan, mengutarakan dharma wacananya laksana singa podium nan menawan.
Namun sesungguhnya kunci utama bagi seorang pendharma wacana yang baik adalah
karena ada kemauan pada dirinya, hal ini tentu diawali dengan
kesucian, kemurnian dan kebenaran tanpa melupakan manusianya, metodenya,
materinya, bahasanya, situasi dan kondisinya betul-betul dikuasai sehingga
tidak ada kesulitan yang berarti bagi pelaksana. Dengan adanya kemauan diri
yang kuat untuk dapat untuk dapat berdharma wacana dengan baik, maka yang
bersangkutan akan berusaha mengerti, memahami, mendalami seluk beluk masalah
dharma wacana sebelum akhirnya di praktekkan. Dengan sikap seperti inilah yang
dapat menjadikan seorang laksana singa podium, jika tampil membawakan dharama
wacana dengan memperoleh kesuksesan seperti yang di harapkannya.
1.2 Tujuan Dharma Wacana
Dalam
melaksanakan suatu kegiatan apapun itu, tentunya mengharapkan sesuatu hasil
yang baik dan berguna sehingga tercapai sasaran yang diharapkan, begitupun
dalam hal berdharma wacana yang secara langsung berkaitan dengan agama. Seperti
yang telah kita ketahui bersama bahwa di dunia ini tidak ada mahkluk yang
sempurna, tetapi ada usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai kesempurnaan
itu, begitupun dalam hal berdharma wacana, adalah suatu usaha yang dilakukan
untuk memperoleh kesempurnaan itu, yang dapat mengarahkan manusia kearah
kemajuan serta menghindarkan diri dari kebodohan dan kemiskinan ataupun ketidak
tahuan dari ajaran Weda, tujuan Dharma wacana itu sesungguhnya adalah tujuan
agama Hindu juga yaitu, Moksrtham
jagadhitaya caiti Dharma, yaitu memperoleh kebebasan dalam artian bebas
dari penderitaan dan penjelmaan. Tujuan lain yang tidak jauh berbeda di
jelaskan dalam buku Petunjuk Teknis Pelaksanan Dharma Wacana oleh team penyusun
mengatakan bahwa Dharma Wacana bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan
keagamaan masyarakat Hindu pada
khususnya dalam meningkatkan sraddha dan bhakti sebagai pengamalan ajaran
agama.
Dengan
demikian salah satu dari tujuan dharma wacana itu sendiri adalah untuk
meningkatkan pemahaman keagamaan umat hindu (Sradha dan bhakti) yang di lakukan atau di sampaikan di depan
mimbar atau khalayak ramai.
II. Materi Dharma Wacana
Mengenai materi
pembinaan dan penyuluhan petugas Dharma Wacana adalah meliputi bidang Tattwa,
Susila dan Yajna. Materi-materi tersebut di sesuaikan dengan metode pembinaan
masing-masing. Sesungguhnya bahan atau materi Dharma Wacana sukup banyak bisa
kita peroleh di Departemen Agama, took buku, tinggal kita kreatif ulet dan
tekun mengumpulkan, meyeleksi dan memilah-milah dan susun atau menyusunnya
menjadi satu naskah Dharma wacana atau penyuluhan yang baik. Bahan berdharma
wacana kita petik dari Catur Weda (Rg Weda, Yayur Weda, Sama Weda, dan Atharwa
Weda). Itihasa, Purana, Bhagawadgita, sarasamuccaya, Manawa Dharmasastra,
Brahma Sutra, termasuk yang memungkinkan Lontar-lontar yang masih relepan,
semuannya telah ada sesuai dengan kebutuhan. Orator tinggal membaca dan
mempelajari semua bahan tersebut dan merangkumnya menjadi satu naskah Dharma
wacana atau penyuluhan
III. Dasar-Dasar Dharma Wacana
Di dalam
melaksanakan Dharma Wacana terkait beberapa unsur yang tidak bisa di lupakan
yakni unsur-unsur sebagai berikut:
1.
Manusia (manawan-ya); pendharma
wacana dan pendengarnya.
2.
Bahasa ( Medium Untuk mewadahi isi dharma wacana)
3.
Metode (Cara-cara teknik menyampaian)
4.
Materi yang
akan di sampaikan
5.
Situasi
kontekstual
Kelima komponen tersebut sangat
penting dan mempengaruhi kadar keberhasilan atau kegagalan dharma wacana yang
di sampaikan kepada sasaran yang di tuju.
3.1 Manusia (Manawa-nya): Pendharma
Wacana dan Pendengarnya
3.1.1 Pendharma Wacana
Faktor Pendharma Wacana ini paling menentukan yang menduduki posisi kunci.
Seorang Pendharma wacana harus
mempunyai persiapan lahir-battin, fisik dan mental yang mantap sehat dan
mempunyai semangat untuk percaya diri dan tegar berdiri di depan pendengar,
siapapun pendengar itu. Setiap Pendharma wacana mempunyai bakat yang berlainan,
ini tergantung pribadi Pendharma wacana dan pengalaman serta wawasan yang di
milikinya. Di dalam hal ini seorang Pendharma wacana ada beberapa yang perlu
meperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Sikap dan Penampilan
Sikap
dan penampilan Pendharma Wacana sebelum membawakan Wacana didepan umat
merupakan hal yang langsung mendapat penilaian, maka dari itu Pendharma
Wacana bersikap mental positiflah itu
merupakan usaha untuk memahami, menghayati dan memperaktekkan sikap mental
positif menurut Hindu yaitu usaha yang paling tepat ntuk mencegah gaya hidup
egoisme, bengis, kejam dan seram, karena itu kita harus mampu mengendalikannya.
Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah meliputi:
1. Pakaian
Seorang petugas Dharma Wacana hendaknya masalah
pakaian dapat memberikan kesan yang baik kepada audienst. Jika sudah berpakaian rapi dan
pantas sesuai dengan etika seseorang pendharma wacana akan menambah harga diri
serta menambah kewibawaan. Hindarkan berpakaian yang menyolok dan seksi.
2. Mimik
Hadapi para audient dengan wajah
yang berseri-seri dan dengan sikap yang menunjukan rasa senang, dengan demikian
audien akan mendapatkan sugesti dan menjadikan suasana segar dan fositif.
3. Gerak/ Akting
Gerak atau acting adalah gaya
dari seseorang pembicara. Masalah gerakan adalah hal yang spontanitas dari si
pembicara. Oleh sebab itu segala gerak yang di bawakan akan membawa pengaruh
besar dalam menghadapi audient. Kurangilah menggunakan telunjuk jari untuk
menekankan sesuatu masalah. Telunjuk jari merupakan symbol suatu perintah.
4. Santai
Pergunakan sikap penyajian yang
santai. Dalam kontek ini di maksudkan agar petugas Dharma Wacana dalam
menyajikan materi tidak tegang, murah senyum, merasakan diri tidak ada jarak
antara pembicara dengan audient. Untuk penampilan bisa santai, ada beberapa hal
yang perlu di perhatikan:
1. Jangan takut
2. Penguasaan materi yang cukup
3. Tenang dan simpati
4. Menguasai keadaan
5. Rasa percaya diri
5. Humor
Seorang pembicara pada moment
tertentu perlu menunjukan gerak sikap humor, hal ini sangat bermanfaat untuk
melepaskan ketegangan dari para audient. Manfaat lain adalah dapat mengusir
kejenuhan dan ngantuk.
6. Menanamkan keyakinan.
- Timbulkan kesan pada hati pendengar anda.
- Ulangi persoalan-persoalan yang di anggap penting dan perlu di ketahui secara pasti oleh pendengar saat dharma wacana.
- Hubungkan pesan (message) dengan masalah yang berkaitan dengan kepentingan pendengar.
7. Pembukaan dan penutup
Suatu Dharma
Wacana di katakan berhasil jika mampu menggerakkan dan menumbuhkan support dan
partisipasi pendengar dari awal sampai akhir. Untuk menuju keberhasilan petugas
Dharma Wacana tampil di depan audient, ada beberapa hal penting yang perlu di
perhatikan, antara lain:
- Jangan memulai Dharma Wacana dengan suatu permintaan maaf,
- Buatlah judul yang menarik
- Mulailah dengan pernyataan Iktisar beberapa penting topik yang anda kemukakan dan ada hubungannya dengan kepentingan pendengar,
- Tunjukan fakta yang membuat ketegangan di hati pendengar.
- Pergunakan ilustrasi yang spesifik
- Aturlah intonasi suara anda dengan cara; ubahlah gelombang nada suara anda dari yang tinggi ke yang lebih rendah dan sebaliknya; tempo anda dapat di ubah-ubah dari gelombang lambat dan sebaliknya; berhentilah sejenak kita anda mengucapkan kata atau kalimat penting
3.1.2 Pendengar
Unsur yang ini
juga memegang peranan yang sangat penting dalam mendukung keberhasilan Dharma
Wacana. Isi Dharma Wacana harus sesuai dengan keadaan situasi dan profesi
pendengar, tingkat pendidikan, usia dan sebagainya sehingga keberhasilan bisa
di peroleh. Oleh karena itu, Pendharma Wacana harus mendapat informasi awal
terlebih dahulu, apa, siapa, mengapa pendengarnya, pendengar juga sehat fisik
dan mental.
3.2 Bahasa
Dharma
Wacana sangat baik apabila di sampaikan melalui ungkapan bahasa yang yang mudah
di mengerti, di hayati dan di resapi oleh hadirin. Mampu memukau dan di hindari
penggunaan istilah-istilah asing, kecuali belum ada atau belum ada padanya
dalam bahasa Indonesia. Bahasa yang di pergunakan dalam Dharma wacana di
samping bahasa Indonesia yang baik dan benar dapat juga di pakai bahasa daerah
setempat. Kedudukan dan peran bahasa sangat penting. Isi dharma wacana yang
baik, padat dan berisi bila disampaikan dengan bahasa yang kurang baik tentu
akan terjadi kepincangan, pendengar akan merasa bosan. Dalam pemakaian bahasa
ini sebenarnya meliputi beberapa unsur yang dapat di bedakan sebagai berikut:
1. Suara atau vocal yang jelas
2. Gaya bahasa
yang segar dan enak
3. Kosa kata yang secukupnya
di miliki dengan pilihan kata yang tepat
4. Kalimat yang berfariasi
5. Tatabahasa yang benar
6. Irama
(intonasi) yang baik, dengan tekanan keras, lemah, tinggi rendah yang sesuai
dengan isi
3.3
Metode Dharma Wacana
Pemaparan
metode akan banyak berhimpit dengan pemakaian bahasa. Karena cara pemakaian
bahasa merupakan termasuk metode dalam arti yang seluas-luasnya. Dalam bagian
ini sengaja di pisahkan agar tidak terjadi ketumpang tindihan, agar lebih
memberi penekanan dalam hal penggunaan bahasa. Metode termasuk bagian
pendekatan, sebuah pendekatan bisa memiliki lebih dari dari satu metode,
demikian juga metode bisa memiliki atau memakai lebih dari satu teknik
penyampaian.Umpamanya sebuah pendekatan yang bersifat kdwibahasaan yakni
memakai dua bahasa. Bisa juga seorang Pendharma Wacana sebaiknya menggunakan
teknik dialogis. Bila konteknya dalam
cerita di perankan oleh dua orang atau lebih pakai pula sebaiknya metode dramatis, metode ini lebih menghidupkan
cerita dan pesan yang di sampaikan akan lebih berkesan dan lama di ingat
pendengar. Teknik penyampaian fariatif tetap di usahakan agar para pendengar
tidak jenuh.
Juga
tentang pembuktian harus berdasarkan fakta di lapangan untuk memperkuat
informasi atau mantra dan sloka dalam pustaka suci, pada saat pembuktian dengan
mantra atau sloka sebaiknya di kidungkan kalau bisa, paling tidak di sesuaikan
dengan bacaan yang mendekati sumber aslinya. Teknik penyampaian dengan macapat, mawirama, makidung dengan pupuh sinom, pangkur, ginada, ginanti,
wargasari, akan menambah keharmonisan dan kesegaran. Selingi juga dengan
mukjizat yang pernah di dengar atau di alami, hal ini akan memberi selingan
warna yang manis bagi dan cantik bagi pendengar.
Dalam
berbicara juga hendaknya pandangan mata di arahkan kepada tiap-tiap indipidu
walaupun menghadap umum, tusukan mata tajam kepada yang kurang bersemangat,
lemparkan pandangan prema kepada yang
sendu, edarkanlah pandangan kesegala arah. Metode ini merupakan medium
penyampaian yang tidak bisa di pandang sebelah mata, justru di sini letak
keberhasilan Dharma Wacana, Isi Dharma Wacana lebih hidup, lebih memikat, lebih
menggelitik apabila seorang Pendharma Wacana pandai meramu metode dan teknik
dengan cara yang tepat dan jitu, misalnya dengan bernyanyi, mendelik,
menuturkan cerita pendek, memberi ilustrasi dan sebagainya, bahasanya harus
ringan, segar, enuh kias, dan memberi bukti yang nyata pada pendengarnya. Pada
Metode dan teknik penyampaianlah bertumpu keberhasilan dan kualitas baik Dharma
Wacana.
3.4 Situasi Kontekstual
Pada umumnya situasi kontekstual (sikon)
banyak tergantung pada partisifasi atau peserta baik PDW maupun pendengar,
kadeng- kadeng peserta sendiri dapat mempengaruhi dan mencptakan sikon
tertentu. Contoh sikon menjadi tenang karena wibawa PDW, atau menjadi
rebut karena Pendharma wacana dan
pendengar. Tetapi sikon itu pada umumnya di luar kemampuan peserta karena fenomea
alam, pagi, siang, sore, malam, bencana, listrik padam dan sebagainya. Oleh
karena itu perlu di perhitungkan dengan baik oleh penyelenggara hal-hal yang
berkenaan dengan sikon itu, yang kira-kira memang bisa diatasi dengan
batas-batas tertentu, misalnya masalah waktu, bisa diatur.
Daftar
Pustaka
Wirawan,
I Gusti Bagus. 2013. Sekilas Tentang
Metode Dharma Wacana. Surabaya: Paramita
http://ladra-bali.blogspot.co.id/2013/08/menyusun-dharma-wacana_29.html.
Diakses tanggal 15
Maret 2017, pukul 17:28 Wita